rewa

rewa
rf

Acara Milad LDK AL-ISLAH ke-12

 
Rangkaian Acara Milad LDK-AL ISLAH
Ke 12

  1. Pembukaan
  2. Pawai akbar
  3. Seminar kesehatan “wanita sehat generasi kuat”
  4. Nobar (Dalam Mihrob Cinta)
  5. Konser Nasheed; Fiqh dan Exacta
  6. Penghargaan pada Dosen Favorit:
a.       Tarbiyah
1.      Dedi Irwansyah, M.Hum
2.      Drs. Hariplish, MA
b.      Syariah
1.      Liberty
2.      Imam Mustofa
  1. Penghargaan kepada karyawan: kebersihan, keamanan, pegawai,
  2. Pengumuman pemenang LMCP
  3. AL-ISLAH Awards

Pemenang Kategori:
*      Kader Rapih                 : Dedi Nakhoirullah CB (ikhwan) dan Yulastri (akhwat)
*      Kader Ramah               : Uun Triwahyudi dan Yulastri
*      Kader Kreatif               Catur Wahyudi dan Vivi Pravitasari
*      Kader Favorit              : Habib Rusli Fuad dan Yulastri
*      Kader Pendatang
baru tersemangat         : Kukun Febriyanto dan Sri Purwaningsih
*      Kader terjaga ruhiyah : Latifah
*      Kader pecinta sekret   : Bambang Wahyudi
*      Kader rajin syuro        : Angga Prayudi
*      Kader cerdas               : Jimmy Romarten dan Latifah
*      Kader mandiri             : Andi Setiawan
*      Kader serba bias          : Saiful Anwar
*      Kader cemerlang         : Saiful Anwar
  1. Tabligh Akbar
“12 tahun LDK AL-ISLAH, dengan tema “Satukan Langkah Eratkan Ukhuwah” pembicara KH. Mantep Hikayat

  1. Kemudian dilanjutkan dengan : Sosialisasi Adik Asuh

Gantungan Kunci Asy-Asyifaa'

info dan pemesanan hubungi Divisi Penerbitan, Komunikasi Umat, LDK AL-ISHLAH

Manusia di Mata Tuhan Sama Saja

Pengalaman ini saya dapat sewaktu melakukan penelitian untuk meraih master di sebuah negara Eropa. Karena sandwich program, maka riset saya lakukan di Tanah Air. Bidang saya ilmu sosial, sehingga untuk pengumpulan data, saya mewawancarai responden. Salah satu responden adalah seorang kepala lembaga pemerintahan. Beliau mempersilakan saya duduk tanpa merasa perlu melihat atau menjabat tangan.

Demikian pula saat memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan saya, beliau tetap sibuk dengan kertas-kertas di mejanya. Ada yang terasa menusuk di hati saya. Tapi saya meyakinkan diri bahwa perlakuan seperti ini adalah salah satu tantangan dalam pengumpulan data. Sepanjang beliau tidak berkeberatan memberikan jawaban, tidak masalah. Oleh karena itu saya berkonsentrasi dengan pertanyaan-pertanyaan saya.

Bila Bapak itu menjawab asal-asalan, atau keterangan beliau bertentangan dengan jawaban yang saya terima sebelumnya, saya terus mengejarnya dengan pertanyaan lain untuk mendapatkan jawaban yang masuk akal.

Lama-lama Bapak itu mulai beralih dari kertas-kertas di mejanya, memandang saya dan bertanya penuh selidik : "Kamu mahasiswa S1?“

Postur saya mungil, jadi biarpun saat itu saya sudah punya anak dua, orang sering salah menilai.

"Saya sedang S2", jawab saya. "Pantas, tidak mungkin mahasiswa S1 memberikan tanggapan seperti ini atas keterangan saya".

Mungkin beliau pikir saya banyak membantah jawaban beliau. "Dimana?" Bapak itu bertanya lagi.

Saat itu perhatian beliau sudah tidak lagi pada pekerjaannya, tapi tangannya masih memegang pulpen. "Di negara J. Saya dosen di Perguruan Tinggi S.“

Beliau tampak sangat terkejut mendengar jawaban saya, spontan melepas pulpennya dan episode selanjutnya bisa dibayangkan. Beliau dengan sikap ramah yang berlebihan memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyan saya berikutnya. Ketika wawancara selesai, beliau bahkan mengantar sampai ke luar kantor dan bertemu dengan kakak saya yang menunggu di luar.

"Hebat ya adik Saudara. J punya nih“, beliau menyebut negara tempat saya menuntut ilmu. Kakak saya, yang sama sekali tidak mengetahui apa yang terjadi di ruang beliau selama wawancara, dengan enteng menjawab, "Pada dasarnya manusia di mata Tuhan sama saja." *** (Isti Subechan)


manajemenqolbu.com

Jadilah Diri Anda Sendiri, Maka Anda Akan Bahagia

Sahabatku…
Sesungguhnya salah satu pintu masuk menuju kebahagiaan adalah, ketika kita menjadi diri kita sendiri. Keyakinan kita dengan potensi, bakat, kekuatan dan karakteristik yang ada pada diri kita, membuat kita merasakan keistimewaan dan keunikan yang kita miliki.

Janganlah ragu wahai sahabat, bila kita sudah menemukan bakat kita, sekalipun menurut orang lain adalah sesuatu yang “remeh”. Ketika kita menjadi diri kita sendiri, maka kita akan menjadi orang yang paling bahagia di dunia.

Jika Anda berkumpul dengan orang-orang yang pintar pada satu bidang, yang mana bidang itu bukan keahlian Anda, jangan Anda katakan pada mereka bahwa keahlian yang mereka miliki juga Anda miliki. Keinginan Anda hidup dibawah bayang-bayang mereka justru akan melemahkan kedudukan Anda. Mengapa? Karena hal itu jelas akan menghilangkan kelebihan yang ada dalam diri Anda. Anda hanya berkutat pada kekurangan yang ada pada diri Anda. Dan jelas pada akhirnya akan melemahkan Anda, membuat Anda tidak bisa melangkah lebih jauh, dunia ini terasa sangat sempit. Jack Trout dalam bukunya yang cukup mencerahkan, Differentiatie or Die, berkata tentang hal ini: “Jika Anda mengabaikan keunikan Anda dan mencoba untuk memenuhi kebutuhan semua orang, Anda langsung melemahkan apa yang membuat Anda ‘berbeda’.”

Jujurlah dan katakan pada mereka, “Maaf, ini bukan bidang saya. Saya bodoh pada masalah yang kini sedang kalian bicarakan. Saya tidak tahu, apakah keahlian saya dapat digunakan untuk membantu kalian atau tidak.” Ketika Anda memberitahukan kepada mereka bahwa keahlian Anda di bidang B bukan A, mereka akan lebih antusias kepada Anda. Mereka akan lebih percaya, salut dan bangga berteman dengan Anda. Percayalah kepadaku tentang hal ini. “Anda adalah sesuatu yang berbeda dengan lainnya. Tidak pernah ada sejarah yang mencatat orang seperti Anda sebelumnya dan tidak akan ada orang seperti Anda di dunia ini pada masa yang akan datang.” (Dr. Aidh Abdullah Al Qarni dalam bukunya, La Tahzan)

Wahai sahabatku…
Tidak ingin menjadi diri kita sendiri disebabkan oleh keinginan kita untuk mendapatkan pujian manusia. Kita ingin menjadi populer di mata masyarakat. Sebuah hasil penelitian psikologi menyebutkan: orang-orang yang ingin menjadi populer seringkali tidak jujur. “Dan mereka sendiri senang dipuji dengan amal yang mereka sendiri tidak mengerjakannya.” (QS. 3: 188).

Membuat diri terkenal, itu bukan tujuan hidup kita. Kita hanya disuruh berbuat sebaik mungkin. Jika niat kita sudah salah, maka hasilnya pun akan tidak maksimal. Jika niat kita ingin terkenal tidak segera terwujud, kita hanya bisa larut dalam kesedihan karena tujuan hidup kita sudah terkandaskan. Sedangkan tujuan itu sendiri adalah final kehidupan. Tidak ada lagi kehidupan sesudah gagal mencapai titik final.

Berbeda dengan orang yang menyesuaikan tujuan hidupnya hanya untuk beribadah kepada Allah; kegagalan dalam menghadapi sebuah episode kehidupan dunia ini bukan berarti kegagalan segala-galanya. “Jangan berambisi mencari popularitas, karena tabiat tersebut adalah indikasi dari kekeruhan jiwa, kegelisahan, dan keresahan.” (Dr. Aidh Al Qarni).

Seburuk apapun karya kita dan sekecil apa pun prestasi kita, hargailah itu! Semua itu kita peroleh dari hasil kerja keras kita, hasil kejeniusan otak kita, dan hasil kreativitas kita.

Sungguh, alangkah berbahagianya orang yang mencari ridha hanya kepada Allah semata. Dia tidak ingin menjadi populer di mata masyarakat. Jika masyarakat tidak menghargai karyanya, itu hal biasa baginya. Karena Allah sendiri telah berfirman: “Kebanyakan manusia tiada mengetahui.” Artinya hanya sedikit saja manusia yang dapat memahami kebenaran. Namun, bukan berarti bahwa dirinya lebih hebat dan lebih suci dari orang lain. Dia telah mendengar firman Allah yang berbunyi: “Janganlah kalian mengklaim diri kalian suci. Dialah yang paling mengetahui siapa yang bertakwa.” (QS. 53: 32).

Jika masyarakat menghargai karyanya, sekali-kali tidaklah ia menyombongkan diri. “Dan janganlah kalian (orang-orang beriman) berperilaku seperti orang-orang (kafir) yang keluar dari kampung halaman mereka dengan rasa angkuh dan bersikap riya kepada manusia.” (QS. 8: 47).

Sebuah kisah menyebutkan, seorang muslim yang fakir bernama Julaibib gugur dalam sebuah pertempuran melawan pasukan kafirin. Lantas Rasulullah SAW pun memeriksa orang-orang yang gugur dan para sahabat memberitahukan kepada beliau nama-nama mereka. Akan tetapi, mereka lupa kepada Julaibib hingga namanya tidak disebutkan, karena Julaibib bukan seorang yang terpandang dan bukan pula orang yang terkenal. Sebaliknya, Rasulullah ingat Julaibib dan tidak melupakannya; namanya masih tetap diingat oleh beliau di antara nama-nama lainnya yang disebut-sebut. Beliau sama sekali tidak lupa kepadanya, lalu beliau bersabda: “tetapi aku merasa kehilangan Julaibib!” Akhirnya, beliau menemukan jenazahnya dalam keadaan tertutup pasir, lalu beliau membersihkan pasir dari wajahnya seraya bersabda sambil meneteskan airmata: “Ternyata engkau telah membunuh tujuh orang musuh, kemudian engkau sendiri terbunuh. Engkau termasuk golonganku dan aku termasuk golonganmu; Engkau termasuk golonganku dan aku termasuk golonganmu; Engkau termasuk golonganku dan aku termasuk golonganmu.” Cukuplah bagi Julaibib dengan medali nabawi ini sebagai hadiah, kehormatan, dan anugerah.

Wahai sahabat…
Seperti Julaibib, tidak ingin menjadi orang terkenal dan terpandang. Seperti Julaibib, hidup menjadi dirinya sendiri. Seperti Julaibib, mengakhiri hidupnya dengan penuh kedamaian dan kebahagiaan. Tidakkah kita ingin mendapatkan apa yang telah didapatkan Julaibib? (Imam Syamil)

Einsten, Ali, Barghouti dan Perjalanan ke Dalam Hati

"Aku ingin mengerti waktu karena aku ingin mendekati tuhan." Kata-kata jujur itu terlontar dari mulut Albert Einsten puluhan tahun yang lalu. Besso, sang sahabat yang selalu menyediakan waktunya untuk mendengar ide-ide Einsten, hanya mampu terperangah kaget mendengar ungkapan hati sahabatnya itu. Ia selalu terpesona pleh ambisi-ambisi Einsten. Dalam usianya yang ke-26 saja, Einsten telah menyelesaikan tesis Ph.D, satu tulisan ilmiah tentang photon dan satu tulisan tentang gerak Brownian.

Proyek baru yang sedang dikerjakan oleh Einsten kini adalah konsepsi tentang relativitas waktu. Besso sama sekali tidak pernah menduga bahwa dibalik apa yang selama ini telah diraih oleh sahabatnya itu, ternyata Einsten masih menyimpan satu pencarian batin, yang ia tahu tidak akan pernah dapat dipecahkan secara empiris oleh sahabatnya itu. Keheningan menyelimuti kedua sahabat itu. Besso tidak tahu bagaimana ia harus menanggapi ungkapan hati sahabatnya. Besso hanya bisa berpaling ke arah bawah jembatan tempat mereka berada. Ia memandangi perahu berwarna keperakan dalam kemilau matahari senja di sungai Aare. Namun, raut wajah kerinduan untuk mendekati tuhan di wajah Einsten membuyarkan pemandangan indah senja itu. Besso merasa ganjil. Bagaimana mungkin orang yang selama ini terbiasa menyendiri dan sangat tertutup seperti Einsten memiliki kerinduan untuk mendekati Tuhan?

Setting cerita berpindah dari pemandangan dua orang sahabat pada suatu senja di jembatan sungai Aare, Jerman, ke suatu siang di tanah pertanian seluas 35 hektar di Berrien Springs, Michigan, puluhan tahun kemudian. Hari itu tanggal 11 September 2001. Muhammad Ali, sang petinju legendaris dan pemilik tanah pertanian tersebut sedang duduk di halaman rumahnya menjawab pertanyaan demi pertanyaan yang diajukan seorang wartawan dari majalah Reader's Digest, salah satu majalah beroplah tertinggi di dunia. Kejadian yang menyentak rakyat Amerika tadi pagi, runtuhnya WTC dan dituduhnya teroris muslim yang terlibat dalam aksi tersebut, membuat Muhammad Ali menerima begitu banyak tawaran wawancara. Pendapatnya sebagai seorang muslim tiba-tiba menjadi begitu penting dalam menanggapi kejadian tersebut.

RD : "Orang-orang muslim dituduh bertanggung jawab dalam penyerangan ke WTC pagi ini, bagaimana pendapat anda?"

Ali : "Saya marah karena orang-orang menuduh Islam yang menyebabkan kehancuran yang disebabkan oleh fanatik rasis ini. Pelakunya bukan orang-orang muslim, karena Islam adalah negara yang mencintai kedamaian. Islam sama sekali tidak mengajarkan terorisme ataupun membunuh orang."

RD : "Bagaimana anda menjalani hidup sebagai seorang muslim di Amerika? Apa artinya keyakinan tersebut bagi anda?"

Ali : "Menjalani kehidupan sebagai seorang muslim di Amerika tidaklah mudah. Pertama kali saya mengumumkan keislaman saya, orang-orang berfikir itu adalah sesuatu yang lucu. Saya mengerti mereka berpendapat demikian karena perubahan drastis yang saya lakukan terhadap hidup saya. Namun, Islam bagi saya adalah sebuah tiket ke surga. Kita semua akan mati dan akan ada hari pembalasan. Adanya hari pembalasan tersebut dan keyakinan bahwa Tuhan selalu mengawasi apapun yang saya lakukan membuat saya lebih berhati-hati dalam melangkah dan memperlakukan orang lain. Saya selalu membawa sebungkus korek api kemanapun saya pergi. Setiap kali saya terdorong untuk melakukan hal-hal yang tidak sepantasnya menurut keyakinan agama saya, saya menyalakan korek api tersebut dan merasakan panasnya api korek tersebut di jari-jari saya sampai saya kesakitan. Setelah itu, saya meyakinkan diri saya bahwa api neraka lebih panas daripada apa yang baru saya rasakan dan sifatnya abadi. Sayapun urung melakukan perbuatan dosa yang akan saya lakukan."

Setting cerita berpindah lagi ke Timur Tengah, tepatnya di kota Ramallah, Palestina, pada tanggal 15 April 2002. Kota Ramallah dikejutkan oleh berita tertangkapanya sang tokoh Intifadah, Marwan Barghouti, oleh Israel. Bukan hanya kota Ramallah, seluruh Palestina dikejutkan oleh berita ini. Bahkan di Lebanon, kelompok Hizbullah bereaksi keras dengan memperingatkan Israel agar memperlakukan Barghouti secara manusiawi.

Bahkan, faksi yang berhasil mengusir Israel dari Lebanon Selatan pada Mei 2000 lalu itu, mengancam jika Barghouti disakiti, mereka akan membidik balik Sharon.

Marwan Barghouti, ayah tiga orang putra dan satu orang putri ini adalah seorang tokoh utama gerakan intifadah. Barghouti adalah pengganti Khalid Al-Wazir, alias Abu Jihad, seorang pendiri gerakan intifadah yang tewas diberondong peluru tentara Israel pada April 1988. Barghouti, seorang doktor di bidang politik kelahiran 1959 dan juga pengajar di Universitas Al-Quds ini, telah berjuang untuk bangsanya sejak ia masih muda. Bahkan Israel pernah menjebloskannya ke penjara sebelumnya selama enam tahun. Sejak 1978, berbagai upaya penangkapan dan pembunuhan telah dilancarkan Israel terhadap Barghouti, sampai akhirnya mujahid ini tertangkap 15 April lalu. Sampai sekarang tidak jelas apakah Barghouti masih hidup atau tidak, tetapi satu yang jelas bahwa gerakan intifadah di tanah Palestina tidak surut oleh tertangkapnya Barghouti.

Coba cermati. Tiga cerita diatas, walaupun memiliki setting, waktu, pelaku, bahkan alur yang berbeda, tetapi memiliki sebuah persamaan yang signifikan. Para pelaku dari ketiga cerita di atas memiliki suatu motor penggerak di dalam hati mereka masing-masing yang mendorong mereka untuk melakukan sesuatu yang sesuai dengan hati nurani mereka. Masing-masing dari mereka, Einsten, Ali dan Barghouti, menciptakan suatu karya fenomenal, melakukan suatu perubahan yang mengejutkan dan berjuang dengan mempertaruhkan nyawanya karena suatu alasan yang mereka anggap layak dan tepat. Mereka memiliki alasan yang kuat untuk melakukan itu semua.

Albert Einsten, mampu melahirkan suatu karya fenomenal yang membuatnya tetap dikenang hingga kini, yaitu Teori Relativitas, karena dorongan hatinya untuk lebih mengenal dan mendekat pada tuhan. Alasan ini cukup menyentuh, mengingat Einsten adalah seorang yahudi. Akan tetapi, tidak banyak yang tahu alasan utama dibalik keberhasilan Einsten dan Teori Relativitasnya tersebut. Ataukah hal ini memang sengaja ditutup-tutupi dan disembunyikan? Hanya Allah Yang Maha Tahu. Dan hanya Allah jugalah yang mampu mengetahui apakah ia telah berhasil menemukan pencarian batinnya tersebut sebelum ia meninggal. Bukankah hanya Allah lah yang memiliki kuasa untuk membolak-balikkan hati manusia? Ia akan memberikan hidayahNya hanya kepada orang-orang yang Ia anggap layak untuk menerima hidayah tersebut.

Muhammad Ali, yang bermetamorfosa dari seorang Cassius Clay yang identik dengan dunia glamour dan penuh kesenangan yang bersifat duniawi menjadi seorang muslim yang survive di negara dimana hedonisme berkiblat, yaitu Amerika dan kemudian melakukan perubahan yang luar biasa terhadap kehidupannya karena suatu alasan yang kuat. Ia berubah karena ia yakin telah menemukan kebenaran yang hakiki, yaitu islam, yang membawanya menemukan kedamaian. Ia dan korek api yang selalu ia bawa kemanapun ia pergi telah cukup menggambarkan kepada kita keyakinannya terhadap keberadaan Allah dan terhadap adanya hari pembalasan.

Barghouti dan gerakan intifadahnya juga telah membuktikan bahwa rasa cinta terhadap Sang Khalik mampu mendorong seseorang untuk melakukan apa saja. Rasa cintanya tersebut ia anggap cukup layak untuk ia jadikan alasan melakukan suatu pengorbanan bahkan pengorbanan terbesar seperti mengorbankan nyawanya sekalipun. Kisah hidup tokoh intifadah ini menggambarkan betapa dahsyatnya kekuatan cinta, sehingga rasa cinta tersebut mampu menjadi suatu motor penggerak dalam kehidupan manusia.

Mudah-mudahan kita semua tidak terlalu arogan untuk mau sejenak bercermin terhadap ketiga kisah diatas dan mencoba untuk menata kembali rencana-rencana yang telah kita buat untuk memanfaatkan sisa hidup kita. Jangan pernah merasa enggan untuk bercermin dan mencoba berkata jujur kepada diri kita masing-masing, bahkan terhadap seorang yahudi seperti Einsten sekalipun. Bukankah filosofi Ibnu Sina mengajarkan kepada kita agar menggunakan pendekatan banyak arah untuk mencapai kebenaran? Lalu mengapa kita masih saja suka mempertahankan filosofi "kacamata kuda" Rene Descartes yang berpandangan satu arah?

Lakukanlah perjalanan ke dalam hati kita masing-masing dan coba tengok sejenak apakah yang selama ini telah memotivasi kita untuk melakukan segala aktivitas kita adalah murni karena Allah? Ataukah kita memberikan kavling yang lebih luas terhadap popularitas, gengsi, materi dan segala sesuatu selain Allah lainnya untuk menempati hati kita dan menjadi motor penggerak kehidupan kita? Hanya kitalah yang mampu menjawab pertanyaan tersebut. Cobalah untuk mendengarkan kata hati kita dan meluruskan kembali niat kita.

Bukankah selama hidupnya Rasulullah juga lebih banyak mendengarkan daripada berbicara. Sejarah mencatat bahwa Rasulullah hampir tidak pernah berceramah. Khutbahnyapun tidak pernah lama. Lalu mengapa kita tidak coba meniru Rasulullah dengan mulai menjadi pendengar yang baik terhadap sesuatu yang sangat dekat dengan kita, yaitu hati nurani kita. Wallahu'alam bishawaab.

Bersikap Sabar dan Memakai Perhitungan

Bandung, sore itu sedikit panas. Saya bersama seorang rekan seperti biasa berada dalam kendaraan umum untuk perjalanan pulang dari tempat kerja. Semenjak awal, kecepatan kendaraan saya rasakan lain dari biasanya. Agak ngebut. “Mungkin supirnya sedang ngejar setoran,” pikirku dalam hati.

Sampai di sekitar pertigaan Ciumbuleuit, semestinya kendaraan ambil jalur kanan karena harus belok ke arah Siliwangi, namun anehnya supir malah mengambil inisiatif arah jalan lurus, untuk menghindari lampu merah, kebetulan saat itu petunjuk lampu lalu-lintas ke arah jalan lurus sedang hijau.

Sayang sekali, langkah yang diambil pengemudi tersebut kurang perhitungan. Sedianya, usai mengambil jalan lurus ia akan langsung memutar ke arah untuk kembali ke arah Siliwangi, untuk mempercepat perjalanan. Namun tak disangka, dari arah berlawanan tampak antrian panjang kendaraan yang menuju jalan yang sama. Sehingga niatan pengemudi untuk mengambil jalan lebih cepat, malah kandas. Yang ada, jalan yang ditempuh malah semakin panjang dan memakan waktu lebih lama.

Ada dua hal ringan, tapi penting yang bisa kita ambil dari pengalaman ini. Pertama, sabar beberapa saat akan lebih baik dalam menghadapi suatu persoalan. Kerap kali kita bersikap tidak sabaran, padahal hanya sesaat. Tidak lama. Seperti kejadian di atas. Andaikata sang supir bersikap sabar untuk bersedia menunggu lampu lalu-lintas dari merah ke hijau, tentunya tidak akan sengsara seperti itu, toh menunggu merah ke hijau hanya beberapa menit.

Kedua. jangan lupa untuk menghitung berbagai kemungkinan sebelum mengambil tindakan, karena penyesalan biasanya tidak datang di awal, namun pasti di akhir. Sama seperti kejadian supir tersebut, jika sebelumnya ia menyadari bahwa di jam-jam seperti itu lalu-lintas di manapun padat, karena para pekerja maupun anak sekolah serempak pulang ke rumah, tentu ia tidak akan gegabah untuk mengambil langkah yang akhirnya keliru.

Semoga dapat menghindari sikap tergesa-gesa dan kurang sabar dalam menghadapi masalah. Wallahu a'lam (mikha)***

Dibalik Kesulitan Ada Kemudahan

"Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan. Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan (Q.S Al Insyiraah: 5-6)

Sebagai siswa disalah satu Pendidikan Kedinasan di Negeri ini, adalah kewajiban untuk menyelesaikan belajar dengan hasil yang memuaskan. Jika kukenang kisah perjalananku masuk di Perguruan Tinggi Kedinasan ini jadi teringat dimana begitu banyak tantangan,hambatan,ujian mental yang dilalui.

Kisah ini dimulai setelah menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Tingkat Atas di Kabupaten Rembang di Jawa Tengah. Waktu itu tidak mampu untuk melanjutkan pendidikan ke Perguruan Tinggi Negeri karena kemampuan ekonomi terbatas, lalu mendaftar di salah satu Pendidikan Militer yang tentunya ada Ikatan dinas, selama pendidikan tidak dikenakan biaya, sehingga tertarik untuk mengikuti tes masuk, kebetulan pula persyaratan administrasi telah sesuai. Tahapan test berikutnya dijalani dan mengalami kegagalan.Tentunya agak kecewa tapi memang mungkin bukan jalan hidupku.

Untuk mengisi aktifitas, selanjutnya merintis wirausaha untuk membantu ekonomi keluarga, dimulai dengan berjualan ayam, dengan cara memasarkan ayam tersebut baik di perkampungan penduduk ataupun pasar tradisional. Dengan menggunakan sepeda motor mulai berkeliling, memang malu juga, karena jika berjumpa dengan teman-teman yang rata-rata melanjutkan pendidikan lagi di perguruan tinggi. Tetapi malu juga tidak menyelesaikan masalah, lalu masa itu dijalani dengan kesabaran dan keikhlasan.

Berbagai permasalahan hidup pun mulai dihadapi, dari kekurangan modal, dan sepeda motor kadang-kadang rusak sehingga pemasaran jadi agak terhambat . Akan tetapi, justru belajar dari kejadian demi kejadian bahwa dalam hidup ini untuk mendapatkan nafkah, harus berjuang. Sehingga dalam bekerja sering berjumpa dan berkomunikasi, dengan petani, ataupun buruh. Merekapun sabar dalam menjalani pekerjaannya walaupun harus bekerja keras.

Satu tahun waktu telah dijalani, jika melihat teman-teman yang berkuliah kadang-kadang ada perasaan iri juga, tetapi harus sabar dengan kenyataan yang sedang dijalani. Sampai pada suatu saat mendapat informasi dari teman, kebetulan waktu itu bersama mengerjakan Sholat Jumat, bahwa ada pendaftaran Perguruan Tinggi kedinasan. Tidak dikenai biaya pendidikan. Kemudian setelah berdiskusi dengan orang tua, dan mereka menyetujui supaya mengikuti tes tersebut.

Mulailah mengikuti tahapan-tahapan tes. Selain tidak lupa selalu berdoa memohon kepada Allah SWT agar diberi kemudahan, begitu juga orang tua. Salah satu tahapan tes harus ke ibukota propinsi di Jateng yaitu di Semarang, sewaktu akan berangkat dengan kendaraan angkutan , tak terasa air mataku pun berlinang, orang tua, sanak saudara melepas kepergianku, tentunya mereka berharap bisa berhasil.

Sesampai di Semarang, mulailah mengikuti tes-tes tersebut dan Ahamdullilah dapat lulus. Tahapan berikutnya harus mengikuti tes terakhir di lokasi tempat Pendidikan di Jatinangor Sumedang, Jawa Barat.

Sewaktu akan berangkat, kembali air mataku berlinang , dalam perjalanan selalu berdoa dan berharap agar dapat lulus sebab jika berhasil tentunya dapat membahagikan orang tua, sanak saudara di kampung. Tes di Jatinangor telah dilalui dan sewaktu pengumuman Alhamdullilah dinyatakan lulus.

Kemudian dengan memakai surat kukirim kabar keberhasilanku kepada keluarga.

Tahap awal pendidikan dijalani,sewaktu pengukuhan menjadi mahasiswa Alhamdullilah orang tua, sanak saudara dapat hadir di Jatinangor, air mata kami berlinang bersyukur kepada Allah SWT ternyata dibalik kesulitan akan ada kemudahan jika berikhtiar dan meluruskan niat.

Sebentar lagi, kurang lebih 5 bulan lagi pendidikan ini diselesaikan, semoga dapat berjalan dengan baik dan ilmu yang telah diperoleh dapat diamalkan dalam kehidupan bermasyarakat. Wallahu'alam. *** (Sandi Muda)

Bila Al Qur'an Bisa Bicara

Waktu engkau masih kanak-kanak, kau laksana kawan sejatiku.
Dengan wudlu aku kau sentuh dalam keadaan suci.

Aku kau pegang, kau junjung dan kau pelajari.
Aku engkau baca dengan suara lirih ataupun keras setiap hari.
Setelah usai engkaupun selalu menciumku mesra.
Sekarang engkau telah dewasa...
Nampaknya kau sudah tak berminat lagi padaku...
Apakah aku bacaan usang yang tinggal sejarah...
Menurutmu barangkali aku bacaan yang tidak menambah pengetahuanmu.
Atau menurutmu aku hanya untuk anak kecil yang belajar mengaji saja?

Sekarang aku engkau simpan rapi sekali hingga kadang engkau lupa dimana menyimpannya.
Aku sudah engkau anggap hanya sebagai perhiasan rumahmu.
Kadang kala aku dijadikan mas kawin agar engkau dianggap bertaqwa.
Atau aku kau buat penangkal untuk menakuti hantu dan syetan.
Kini aku lebih banyak tersingkir, dibiarkan dalam kesendirian dalam kesepian.
Di atas lemari, di dalam laci, aku engkau pendamkan.

Dulu...pagi-pagi...surah-surah yang ada padaku engkau baca beberapa halaman.
Sore harinya aku kau baca beramai-ramai bersama temanmu disurau.....
Sekarang... pagi-pagi sambil minum kopi...engkau baca Koran pagi atau nonton berita TV.

Waktu senggang…engkau sempatkan membaca buku karangan manusia.
Sedangkan aku yang berisi ayat-ayat yang datang dari Allah Yang Maha Perkasa.
Engkau campakkan, engkau abaikan dan engkau lupakan...
Waktu berangkat kerjapun kadang engkau lupa baca pembuka surah-surahku (Basmalah).

Diperjalanan engkau lebih asyik menikmati musik duniawi.
Tidak ada kaset yang berisi ayat Allah yang terdapat padaku di laci mobilmu.
Sepanjang perjalanan radiomu selalu tertuju ke stasiun radio favoritmu.
Aku tahu kalau itu bukan Stasiun Radio yang senantiasa melantunkan ayatku.
Di meja kerjamu tidak ada aku untuk kau baca sebelum kau mulai kerja.

Di Komputermu pun kau putar musik favoritmu.
Jarang sekali engkau putar ayat-ayatku melantun.
E-mail temanmu yang ada ayat-ayatku pun kadang kau abaikan.
Engkau terlalu sibuk dengan urusan duniamu.
Benarlah dugaanku bahwa engkau kini sudah benar-benar melupakanku.
Bila malam tiba engkau tahan nongkrong berjam-jam di depan TV.

Di depan komputer berjam-jam engkau betah duduk.
Waktupun cepat berlalu... aku menjadi semakin kusam dalam lemari.
Mengumpul debu dilapisi abu dan mungkin dimakan kutu.
Seingatku hanya awal Ramadlan engkau membacaku kembali.
Itupun hanya beberapa lembar dariku.
Dengan suara dan lafadz yang tidak semerdu dulu.
Engkaupun kini terbata-bata dan kurang lancar lagi setiap membacaku.
Apakah Koran, TV, radio, komputer, dapat memberimu pertolongan?

Bila engkau di kubur sendirian menunggu sampai kiamat tiba.
Engkau akan diperiksa oleh para malaikat suruhanNya.
Hanya dengan ayat-ayat Allah yang ada padaku engkau dapat selamat melaluinya.

Sekarang engkau begitu enteng membuang waktumu...
Setiap saat berlalu... kuranglah jatah umurmu...
Dan akhirnya kubur sentiasa menunggu kedatanganmu.
Engkau bisa kembali kepada Tuhanmu sewaktu-waktu.
Apabila malaikat maut mengetuk pintu rumahmu.

Bila aku engkau baca selalu dan engkau hayati...
Di kuburmu nanti....
Aku akan datang sebagai pemuda gagah nan tampan.
Yang akan membantu engkau membela diri.
Bukan koran yang engkau baca yang akan membantumu.
Dari perjalanan di alam akhirat.
Tapi Akulah "Qur'an" kitab sucimu.
Yang senantiasa setia menemani dan melindungimu.

Peganglah aku lagi... bacalah kembali aku setiap hari.
Karena ayat-ayat yang ada padaku adalah ayat suci.
Yang berasal dari Allah, Tuhan Yang Maha Mengetahui.
Yang disampaikan oleh Jibril kepada Muhammad Rasulullah.

Keluarkanlah segera aku dari lemari atau lacimu...
Jangan lupa bawa kaset yang ada ayatku dalam laci mobilmu.
Letakkan aku selalu di depan meja kerjamu.
Agar engkau senantiasa mengingat Tuhanmu.
Sentuhilah aku kembali...
Baca dan pelajari lagi aku...
Setiap datangnya pagi dan sore hari.
Seperti dulu....dulu sekali...
Waktu engkau masih kecil, lugu dan polos...
Di surau kecil kampungmu yang damai.

Jangan aku engkau biarkan sendiri...
Dalam bisu dan sepi....
Maha benar Allah, yang Mahaperkasa lagi Mahabijaksana.

Belajar untuk Belajar

Hakikatnya hidup ini merupakan rangkaian proses belajar dan menempa diri agar menjadi lebih baik senantiasa. Sungguh, begitu banyak hal dapat disarikan dari perjalanan detik demi detik kehidupan kita. Hal-hal yang kita rasakan, kita lihat, kita dengar, kita keluarkan melalui lisan, semuanya bisa menjadi sesuatu yang sarat makna dan dapat memperkaya khazanah pengalaman kita untuk selanjutnya dijadikan modal bagi proses perbaikan diri, jika kita mau tentunya.

Little things mean a lot, ya, banyak hal kecil yang sesungguhnya memiliki makna yang begitu besar, jika saja kita mau sedikit lebih memperhatikan, sedikit melihat lebih ke dalam, dan sedikit saja berpikir. Ketika kita hanya memandang sesuatu dengan cara biasa, semuanya akan tampak biasa-biasa saja, tidak ada yang istimewa, seakan memang demikianlah seharusnya.

Ketika peristiwa-peristiwa yang kita temui atau kita jalani hanya lewat begitu saja, maka ia hanya akan menjadi masa lalu hampa nilai yang tidak dapat memberikan pengaruh apa-apa. Padahal jika kita mau sedikit saja menggali lebih dalam, mungkin tidak sedikit bekas-bekas berharga yang tertinggal di sana. Sebagaimana halnya mutiara, sebelum ada yang mengeluarkannya dari cangkang sang kerang, tidak ada yang dapat merasakan pancaran keindahannya.

Menjadi pembelajar sejati, hal yang cukup sulit dilakukan saya rasa. Bagi saya, seorang pembelajar sejati akan selalu mencoba mencari celah pembelajaran dari setiap kejadian yang dialaminya maupun kejadian yang dialami oleh orang lain. Sungguh saya ingin menjadi orang seperti itu: yang senantiasa dapat memaknai hidup dari sudut pandang positif, yang mampu melihat nilai-nilai yang belum tersingkap, serta mampu memunculkan keberhargaan walaupun begitu tersembunyi adanya. Siapa yang tahu di dalam cangkang kerang yang gelap tersimpan mutiara yang begitu indah jika tidak ada yang mencoba menyelam ke dasar lautan dan mendapatkannya. Ya, mutiara itu akan tetap ada, terlepas dari apakah ada yang berusaha membuka cangkang kerang tempatnya bersemayam atau tidak.

Belajar, belajar, dan belajar, menunjukkan bahwa manusia benar-benar makhluk yang memiliki banyak kelemahan dalam dirinya. Belajar, bagi saya merupakan bagian dari proses menyaya (diambil dari istilah seseorang dalam sebuah tulisan *meng-aku), menjadi saya, saya yang benar-benar saya, saya yang benar-benar dapat memberikan banyak manfaat bagi orang lain, semoga. Dan proses ini belum akan berhenti sampai ajal menjelang, dan maut datang menjemput. Saat itulah saya baru dapat menunjukkan dan mengatakan "Inilah saya, saya seutuhnya, saya yang sesungguhnya".

Jendela Rumah Sakit

Dua orang yang mempunyai penyakit serius menempati kamar yang sama di rumah sakit. Pasien yang satu, setiap siang hari dibolehkan duduk selama satu jam untuk mengeringkan cairan yang ada di paru-parunya. Tempat tidurnya terletak di sebelah jendela satu-satunya di kamar itu.


Pasien yang lain hanya dapat berbaring di atas punggungnya setiap hari. Kedua orang ini berbicara tentang istri, keluarga, rumah tangga, pekerjaan dan keterlibatan mereka dalam tugas-tugas militer.


Setiap siang, ketika pasien yang dekat jendela duduk, ia menghabiskan waktunya bercerita kepada teman sekamarnya tentang semua yang ia lihat dari balik jendela. Teman sekamarnya selama satu jam hidup dalam dunia yang lebih luas. Kegiatan dan warna dunia luar membuatnya lebih bergairah hidup.


Jendela itu menghadap ke taman yang di dalamnya ada telaga yang indah. Angsa dan itik bermainan di atas air sementara anak-anak melayarkan kapal-kapal mainannya. Sepasang kekasih jalan bergandeng tangan di antara bunga-bunga yang berwarna-warni seperti pelangi. Pohon tua yang besar menambah indahnya pemandangan. Garis bayangan kota terlihat di kejauhan. Setiap kali pasien yang di dekat jendela menjelaskan semuanya secara indah dan rinci, teman sekamarnya memejamkan mata membayangkan pemandangan itu.


Suatu siang yang hangat, pasien yang di dekat jendela menceritakan parade yang lewat. Meskipun teman sekamarnya sama sekali tidak mendengar suara drum band, tapi ia dapat melihat parade itu dalam pikirannya karena temannya menggambarkannya dengan jelas.


Hari berganti minggu, minggu berganti bulan. Suatu pagi, perawat yang datang membawakan air untuk mandi mereka mendapati tubuh pasien dekat jendela sudah tidak bernyawa. Ia meninggal dengan penuh kedamaian dalam tidurnya. Perawat yang selama ini telah merawatnya merasa sedih. Ia memanggil karyawan rumah sakit untuk memindahkan mayat itu.


Setelah menganggap layak waktunya, pasien yang lain bertanya apakah ia boleh pindah ke dekat jendela. Perawat tidak keberatan dengan pergantian tempat ini. Setelah merasa bahwa sang pasien telah berbaring dengan nyaman di sebelah jendela, sang perawat pergi meninggalkannya sendiri.


Perlahan-lahan dengan menahan sakit, pasien itu menggunakan sikunya agar tubuhnya naik dan dapat melongok ke jendela. Akhirnya ia bakal melihat pemandangan indah itu dengan mata kepalanya sendiri.


Ia tegangkan badannya lalu perlahan-lahan berputar untuk melihat ke jendela. Betapa kagetnya ketika ia mengetahui bahwa di balik jendela itu hanya tembok belaka. Si pasien lalu menceritakan kejadian yang dialaminya kepada perawat.

“Apa gerangan yang membuat teman sekamarku berbuat demikian?” Tanya si pasien kepada perawat.


“Lelaki itu sesungguhnya buta, tembok yang ada di seberang jendela itu pun tak dapat dilihatnya.” Jelas si perawat. “Mungkin ia ingin membesarkan hatimu.” (Author Unknown)

BEGINILAH JALAN DA’WAH MENGAJARKAN KAMI

 
Dari Sini Kami Memulai

Mengapa berada di jalan dakwah?
Setelah sekian lama perjalanan, pertanyyan seperti ini selalu penting untuk kami renungi lagi
Tentu saja banyak uraian alasan terhadap pertanyaan ini. Tapi sebelum menguraikan alasan “kenapa kami berada di jalan dakwah”, sesungguuhnya jalan dakwah ini adalah kebutuhan kami sendiri. Rasa kebutuhan yang melebihi sekedar merasakan bahwa jalan ini merupakan kewajiban yang harus kami lakukan. Bahkan lebih dari sekadar kebutuhan, karena kami melangkah dijalan ini merupakan bagian dari rsa syukur kami atas hidayat Allah swt kepada kami.

Jalan dakwah, mengajarkan kepada kami bahwa memang kami membutuhkan dakwah. Lalu kebersamman kami denga saudara kami dijalan ini swmakin menegakan bahwa kami harus hidup bersa,ma mereka dijalan ini agar berhasil dalam hidup di dunia dan akhirat

Kami semakin mendalami pesan Rosulullah saw. “Barang siapa mengajak kepada petunjuk Allah, maka ia akan mendapat pahala yang sama seperti jumlsh pahala orang yang mengikutinya tanpa dikurangi sedikitpun oleh pahala mereka” (HR Muslim).

Kami ingin seperti pendahulu kami dijalan ini yang telah memperolah banyak pahala dan keridhoan Allah karena peran-peran dakwahnya. Dan karrena itulah kami memang sangat membutuhkan jalan dakwah ini, sebagai penyangga kebahagiaaan dunia dan akhirat kami. Tyidak heran jika para penyaru kebaikan menjadi alasan turunnya limpahan rahmat dan kasih sayang Allah SWT. Tak ada mahluk Allah mendapat dukungan doa dari seluruh mahlukNya kecuali mereka yang mengupayakan perbaikan dan dakwah. Sebagaimana sabda Rosulullah saw “sesunghguhnya ALLAh,para malaikat, semut yang ada dilubangnya bahkan ikan yang ada di lautan akan berdoa untuk orang yang mengajarakan kebaikan kepada manusia”.(HR Tirmidzi)

Alasan lainnya adalah karena dakwah akan menjadi penghalang turunya azab Allah swt sebagiamana dijelaskan dalam al qur’an
“ dan ingatlah ketika suatu umat diantra mer eka berkata “Mengapa kamu menasehati kaum yang Allah Akan membinasakan mereka denagb azab yang amat keras?” meraka menjawab “ Agar kami mempunyai alsan (pelepas tanggung jawab) kepada Tuhanmu dan supaya mereka bertaqwa”.( QS. Al a’raf :164)

Dan ayat selanjutnya Allah Berfirman “ Mak tatkala mereka melupakan apa yang diperingatkan kepada mereka. Kami selamatkan orang-orang yang nelarang dari perbuatan jahat dan kami timpakan kepada orang-orang yang zalim siksaaan yang keras, disebabkan merska selalu berbuat fasik”. (QS Al A’raf : 165)

Dan sabda Rosulullah terkait dengan orang-orang yang meninggalkan dakwah atau seruan kepada yang ma’ruf adalah seprti ini tatkal zainab ra bertanya kepadanya “ apakah kita akan dihancurkan oleh Allah, sedangkan diantara kita ad orang-orang shalih?” Rosulullah saw menjawb “ ya, jika keburukan itu sudah dominan”

Kami berharap agar keberadaan kami dijalan ini merupakan salah satu cara menyelamatkan diri sandiri dan manusia dari azab Allah itu. Bukan hanya azab beruapa musibah atau  bencana alam, tapintermasuk azab Allah adakah keterhinaan, kerendahan hingga penjajahan umat islam di dunia ini.
Adakah orang-orang yang akan bergabung bersama kami menempuh jalan ini?



Teman-Teman Pilihan
Ar rafiiq qobla thoriiq(memilih teman sebelum memulai perjalanan. Hendaknya teman yang menemaninya dalam perjalanan itu adalah orang yang bisa membantunya dalam menjalankan prinsip agama, mengingatkannya tatkala lupa, membantu dan mendorongnya ketika ia tersadar. Sesungguhnya orang itu tergantung agama temannya. Dan seseorang tidak dikenal kecuali dengan melihat siapa temannya….” (Ihya ‘Ulumiddin, 2/202)

Kami dan Amal Jama’i
Realitas yang kami lihat sendiri bahwa manusia cenderung akan menjadi lemah ketika bekerja seorang diri.. Sebaliknya akan menjadi kuat dan berdaya ketika ia besama-sama dengan yang lain. Ada juga realitas lainnya, bahwa siapapun yang berusaha mewujudkan sesuatu, meskipun mereka telah ikhlas dalam melakukannya, tetapi tidak akan banyak memberi pengaruh untuk mewujudkan kondisi yang diinginkan jika ia melakukannya sendirian. Kesendiriannya itu menyebabkan upaya yang mereka lakukan menjadi lemah dan minim efeknya.
Bekerja untuk Islam mutlak memerlukan sebuah organisasi, perlu adanya pimpinan yang bertanggung jawab, membutuhkan adanya pasukan dan anggota yang taat, harus memiliki peraturan mendasar yang mengikat dan menata hubungan antara pimpinan dan anggota, harus ada yang membatasi tangung jawab dan kewajiban, menjelaskan tujuan dan sarana serta semua yang diperlukan oleh suatu aktifitas dakwah dalam merealisasikan tujuannya. Dalam kebersamaan itulah kami menempuh jalan dakwah ini.

Perjalanan ini Mutlak Memerlukan Pemimpin
Hendaknya suatu perjalanan dipimpin oleh orang yang paling baik akhlaknya, paling lembut dengan teman-temannya, paling mudah terketuk hatinya dan paling mungkin dimintakan persetujuannya untuk urusan penting. Seorang pemimpin dibutuhkan karena pandangannya yang beragam untuk menentukan arah perjalanan dan kemaslahatan perjalanan. Tidak ada keteraturan tanpa kesatuan pengaturan. Alam ini menjadi teratur karena pengatur alam semesta ini adalah satu.” (Ihya Ulumiddin, 2/202)
Dan seorang pemimpin adalah teladan yang baik ditengah-tengah masyarakat,menjadi terjemahan nyata dari prinsip-prinsip dan adab-adab islam(Komitmen Muslim Sejati,Fathi Yakan)
Kami telah mempercayai para pemimpin itu sebagai pemandu perjalanan kami. Maka, setelah proses syuro berlangsung, apapun keputusannya, itulah yang akan kami pegang untuk dijalankan. Kami yakin, keputusan syuro itu tidak pernah keliru. Dan keputusan itu bersifat Multazam (Mengikat).
Meskipun mungkin saja akibat pelaksanaan satu keputusan syuro memunculkan situasi yang tidak maslahat. Tapi sebuah keputusan yang dilandasi dengan syuro tidak pernah salah. Itulah yang juga disampaikan kepada kami oleh Ustadz Sa’id Hawa rahimahullah, bahwa hasil syuro tidak pernah salah. Karena mekanisme itulah yang dijabarkan oleh Islam untuk menentukan langkah yang dianggap paling benar. Jika pada akhirnya, keputusan itu ternyata tidak memberikan kesudahan seperti yang diharapkan, maka proses syuro kembali yang akan menindaklanjuti kekeliruan itu.

Jalan ini, Miniatur Perjalanan Sesungguhnya
Kebersamaan kami bukan tanpa perselisihan. Boleh jadi ada di antara kami yang mengalami kesenjangan hubungan karena satu dan lain hal. Padahal, keharusan kami untuk bersama dan kemungkinan kami berselisih, adalah dua kutub yang saling berlawanan. Kebersamaan membutuhkan kesepakatan, kekompakan, kesesuaian, kedekatan dan keintiman. Sementara perselisihan bisa mengaktifkan kesenjangan, ketidaksukaan, kebencian, hingga keterpisahan.

Tiga Karakter Penempuh Perjalanan
Kelompok Zaalimun Li Nafsihi, adalah orang-orang yang lalai dalam memepersiapkan bekal perjalanan. Mereka enggan untuk mengumpulkan apa-apa yang membuatnya sampai tujuan.
Kelompok Muqtashid, adalah mereka mengambil bekal secukupnya saja untuk bisa sampai ke tujuan perjalanan. Mereka tidak memperhitungkan bekal apa yang harus dimilki dan mereka bawa jika ternyata mereka harus menghadapi situasi tertentu, yang menyulitkan perjalanannya.
Kelompok Saabiqun Bil Khairaat, yakni orang-orang yang obsesinya adalah untuk meraih keuntungan sebesar-besarnya. Mereka membawa perbekalan dan barang dagangan lebih dari cukup karena mereka tahu hal itu akan memberi keuntungan besar baginya. Selain itu mereka juga tahu bahwa di tengah perjalanan ini, sangat mungkin mereka mengalami situasi sulit yang membutuhkan perbekalan tambahan. (Thariqul Hijratain, 236).
Begitu pentingnya, bekal ketaqwaan yang erat kaitannya dengan modal ruhiyah kami di jalan ini, maka setiap kali ketaqwaan kami melemah, pada saat itu intensitas dakwah kami menurun. Dan ketika tingkat ketaqwaan kami berkurang dari seharusnya, ketika itulah kami mengalami situasi futur (kelemahan) untuk meneruskan perjalanan ini. Seperti itulah pelajaran yang kami temukan dalam diri kami, dan juga saudara-saudara kami di jalan ini.





Ketika Kami Membangun Kebersamaan

Menjadi Batu Bata dalam Bangunan ini
Kebersamaan kami di jalan ini adalah karena kehendak kami untuk ambil bagian dalam bangunan besar ini. Maka, sebagaimana proses membangun sebuah bangunan pada umumnya, tukang batu pasti akan memilah-milah batu bata mana yang akan ia tempatkan pada bangunannya. Tak semua batu bata diletakkan pada posisi yang tinggi, dan tidak juga harus semuanya ada di bawah. Bahkan terkadang si tukang batu, akan memotong batu bata tertentu jika dibutuhkan untuk menutup posisi batu bata yang masih kosong guna melengkapi bangunannya.

Batu Bata yang Unik dan Khas Jalan ini
Para sahabat dan salafus sholeh menerima dan mengejar kekhususan itu agar memiliki kedudukan istimewa di sisi Allah SWT. Di jalan dakwah ini, kami memiliki saluran yang amat banyak untuk mewujudkan kekhususan yang kami miliki dengan berkontribusi di jalan ini. Kami memetik hikmah dari perjalanan mereka, dan kami berharap semoga jalan dakwah ini bisa memproses kami hingga kami memiliki amal-amal unggulan yang menjadi keistimewaan kami di sisi Allah melalui jalan ini.

Untuk Menolong, Bukan Ditolong
Sesungguhnya di jalan inilah kami semakin mendalami makna kehidupan yang bersumber dari keberartian bagi orang lain. Kehidupan seseorang menjadi lebih berharga ketika ia mempunyai saham dan peran bagi orang lain. Dan kehidupan akan menjadi miskin makna dan rendah nilainya ketika hanya banyak bermanfaat bagi lingkup pribadi. Filosofi inilah yang menyebabkan kami menikmati kesibukan berpikir dan melakukan banyak aktifitas dakwah di antara kesibukan lain yang menyertai kami. Di sini, kami lebih merasakan pengaruh firman Allah “ Jika kalian menolong (agama) Allah, niscaya Dia (Allah) menolong kalian dan mengokohkan pijakan kaki kalian.” (Muhammad 9)

Kebersamaan Kami Terikat Lima Hal
Pertama, Rabithatu al ‘aqidah (Ikatan Aqidah). Tali ikatan aqidah islamiyah yang menyatukan kami dengan jalan ini. Kesamaan imanlah yang menghimpun dan mengikat kami bersama saudara-saudara kami di sini.
Kedua, Rabithatu al fikrah (ikatan pemikiran). Sejak awal, kebersamaan kami di jalan ini memang dibangun oleh kesamaan cita-cita dan pemikiran. Kami disatukan oleh kesamaan ide, gagasan, keinginan dan cita-cita hidup yang kami yakini merupakan sarana yang bisa menyampaikan kami kepada keridhaan Allah SWT.
Ketiga, Rabithatu al ukhuwwah (ikatan persaudaraan). Tak ada yang melebihi warna jiwa kami setelah keimanan kepada Allah, kecuali suasana persaudaraan karena Allah SWT di jalan ini. Kami di jalan ini, terikat dengan ruh persaudaraan yang tulus. Ruh persaudaraan yang tersemai melalui kebersamaan kami berjalan dan memenuhi banyak tugas-tugas dakwah yang kami jalani. Kami berharap, persaudaraan kami di jalan ini adalah seperti yang digambarkan oleh Rasulullah, tentang golongan orang-orang yang dinaungi Allah di hari kiamat. Di mana salah satu golongan itu adalah : Orang yang saling bercinta karena Allah, bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah SWT.
Keempat, Rabithatu at tanzhim (ikatan organisasi). Perencanaan dan keteraturan langkah-langkah kami di jalan ini, sudah tentu menandakan kami harus pula memiliki sebuah organisasi yang mengatur kami. Dalam organisasi dakwah ini, berlakulah ketentuan sebagaimana orang yang bekerja di dalam sebuah perusahaan, dan harus terikat dengan ragam peraturan yang diberlakukan. Seperti itulah kebersamaan kami di jalan ini.
Kelima, Rabithatu al ‘ahd (ikatan janji). Dijalan ini, kami masing-masing telah mengikrarkan janji. Janji yang paling minimal adalah janji yang tercetus dalam hati kami, dalam diri kami sendiri, kepada Allah SWT. Atau bahkan, juga janji kepada saudara-saudara perjalanan untuk tetap setia dan mendukung perjuangan. Kami terikat dengan dua jenis janji itu.

Yang Melemahkan Ikatan dalam Amal Jama’i
Mengetahui sebab-sebab orang yang meninggalkan amal jama’i bukan perkara mudah. Terlebih bila yang bersangkutan tidak berterus terang tentang latar belakang sikapnya. Perlu pendekatan yang bertahap, sungguh-sungguh, hingga akhirnya bisa ditemukan penyebabnya dan dicarikan jalan keluarnya.
Dalam hal ini, tentu saja musharahah (keterusterangan) serta kejujuran menjadi penting bagi kami dan saudara-saudara kami. Sesungguhnya kepercayaan antara kami akan semakin terbentuk kuat dengan adanya keterusterangan ini. Dari keterusterangan, semua persoalan bisa dicari pangkal masalahnya.

Tsiqah, sebagai Maharnya
Jika kesatuan barisan umat ini dibangun dengan mempersatukan keyakinan, mempersatukan hati, mempersatukan niat, mempersatukan tujuan, dan mempersatukan manhaj (jalan hidup), yang semuanya mengacu pada Al Qur’an dan As Sunnah, maka kebangkitan dan kemenangan umat Islam akan semakin dekat kita raih.

Promosi Penempatan di Jalan Dakwah
Pertama, kami harus bertanya lebih dahulu kepada diri sendiri. Mengapa kami di sini? Untuk siapa amal yang kami lakukan? Dan apa yang kami kehendaki dengan amal ini? “ Barang siapa berperang untuk meninggikan kalimat Allah, maka orang itu berada di jalan Allah.”
Kedua, kami harus menunaikan tugas yang telah dibebankan dengan sebaik-baiknya. Jangan sampai ketidakpuasan terhadap posisi tertentu membuat malas menunaikan tugas dan kewajiban.
Ketiga, kami harus membiasakan untuk menunjukkan keahlian dan memperkenalkannya dengan baik kepada pemimpin dan saudara-saudara di jalan ini. Tidak memendam pendapat yang menurut kami bermanfaat, meskipun pendapat pimpinan berbeda.
Keempat, terus terang kepada sesama saudara dan pimpinan tentang permasalahan yang ada kaitannya dengan dakwah dan mengusik. Garis lurus itu biasanya lebih dekat dengan kedua titik. Maka ketika kami mengeluarkan uneg-uneg, garis itu menjadi lurus dan membuat kami tenang. Di samping itu, permasalahan menjadi jelas bagi semuanya. Namun jika masalah itu dipendam, tentu kegundahan kian membesar dan bercabang sehingga syetan pun beraksi untuk membesarkannya lagi dengan godaan dan bisikannya. Kami jadi terbakar dari dalam. Lalu hal itu akan mengganggu keimanan dan kejiwaan kami.
Kelima, selalu berharap kepada Allah melalui doa dalam sholat, sujud dan waktu-waktu mulia agar dikaruniakan amal salih yang mendekatkan kita kepada-Nya. Juga agar Allah menuntun kita untuk melakukan kebaikan, kebenaran, dan merubah kami menjadi lebih baik. Agar kami diselamatkan dari fitnah kedudukan dan kepemimpinan di mana kami tidak mampu menunaikannya.

Perjalanan Beraroma Semerbak
“ Dalam hidup ini, setiap orang mempunyai kelompok dan jamaahnya sendiri-sendiri. Dan setiap kelompok mempunyai simbol dan syiarnya sendiri-sendiri. Tapi setiap orang, jika tidak diikat dan dihimpun oleh al-haq, maka ia akan tercerai berai oleh kebatilan. “

Indahnya Kebersamaan di Jalan Dakwah
Boleh saja orang menganggap keterikatan kami di jalan ini, membawa kerugian materiil untuk kami. Itu karena mereka melihat, banyak energi yang kami kontribusikan untuk kepentingan perjuangan kami di jalan ini. Silahkan saja, jika ada orang yang memandang kami sebagai orang yang tak beruntung karena meluangkan banyak rentang waktu untuk kepentingan orang lain, sementara diri kami sendiri tampak belum mapan. Tapi sebenarmya, melalui jalan ini, kami justru mendapatkan suatu hal yang lain.

Kewajiban Memang Lebih Banyak dari Waktu
Kami mengerti, tanpa terget-target seperti ini dan tanpa evaluasi yang dilakukan bersama saudara-saudara kami di jalan ini, kami akan terbunuh oleh waktu luang yang kami miliki. Kami juga mengerti bahwa tanpa hambatan kegiatan dakwah yang kami dapatkan di jalan ini, waktu-waktu hidup kami menjadi lebih mungkin terisi dan disibukkan oleh urusan-urusan yang bathil. Karena itulah jalan dakwah telah menolong kami.
Agenda di jalan dakwah begitu banyak mengisi hari-hari kami. Sampai-sampai, tidak sedikit para penempuh jalan ini, yang merasakan kurangnya jumlah hari dalam satu pekan, disebabkan banyaknya kegiatan yang akan mereka lakukan. Di jalan dakwahlah kami lebih mengerti dan menghayati ungkapan Imam Hasan Al Banna rahimahulullah, “al waajibaat aktsaru minal awqaat”. Bahwa kewajiban itu lebih banyak ketimbang waktu yang tersedia.

Memetik Buah Manfaat dari Kelebihan Saudara
Maka, di jalan inilah kami lebih tajam membaca variasi kelebihan-kelebihan itu. Di jalan ini kami merasakan pantulan cermin dari keistimewaan itu, dan mencoba menghayati sabda Rasulullah SAW tentang pintu-pintu surga.

Atmosfir Kesalihan dari Saudara Shalih
Pertemuan kami dengan mereka, ternyata membawa pengaruh ruhaniyah yang begitu hebat. Kami bisa merasakan suplay energi ruhiyah yang besar saat kami bertemu dan berinteraksi dengan mereka. Kami merasakan adanya suasana batin yang baru, yang mendorong dan memotivasi kami untuk lebih banyak melakukan amal-amal shalih. Perasaan itu, bahkan muncul tanpa mereka harus memberikan nasihat dan tausiyahnya untuk kami. Karena kami sudah biasa merasakan pengaruh aura keshalihan itu, sejak kami melihat, mendengar suara mereka. Sebagaimana Yunus bin Ubaid mengakui kenikmatan besar ketika melihat Al Hasan Al Bashri rahimahulullah. Ia mengatakan “Seseorang bila melihat kepada Al Hasan Al Bashri, akan menerima manfaat dari dirinya, meski orang itu tidak melihat Al Hasan Al Bashri beramal dan tidak melihat ia mengeluarkan ucapan apapun.” (Risalah Al Mustarsyidin, Abi Abdillah Al Haris Al Muhasibi, Hal.60).

Amal Shalih yang Tersembunyi
Pertama, tatkala dalam perkumpulan itu, satu sama lain saling menghiasi dan membenarkan.
Kedua, ketika dalam perkumpulan itu pembicaraan dan pergaulan antar mereka melebihi kebutuhan.
Ketiga, ketika pertemuan mereka menjadi keinginan syahwat dan kebiasaan yang justru menghalangi mereka dari tujuan yang diinginkan. (Al Fawa-id, 60).
Pemimpin yang adil, orang yang hatinya terkait dengan mesjid ketika ia sedang berada di luar masjid sampai ia kembali ke masjid, dua orang yang saling mencinta karena Allah bertemu karena Allah dan berpisah karena Allah, orang yang berdzikir kepada Allah dalam kondisi seorang diri hingga kedua air matanya menangis, orang-orang yang dipanggil oleh seseorang wanita kaya dan cantik tapi orang tersebut mengatakan: “ Sesungguhnya aku takut kepada Allah rabbul ‘Alamiin”, dan orang yang bersedekah tapi ia menyembunyikan amalnya sampai tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. (HR Bukhari Muslim).



Amal Shalih Harus Tetap Ditampilkan
Pertama, amal-amal shalih yang diperintahkan Allah swt tidak boleh terhalang karena kekhawatiran riya. Allah swt tetap memerintahkan amal salih itu tetap dilakukan, dengan tetap berupaya ikhlas saat melakukannya.
Kedua, prinsip yang dipegang para salafushalih, adalah penilaian atas yang lahir, tidak menghukumi yang tidak terlihat. Seperti perkataan Umar bin Khattab ra, “Barang siapa yang kami lihat ia melakukan kebaikan, maka ia akan kami sukai. Dan barang siapa yang kami lihat ia melakukan keburukan, kami benci. Meskipun ia mengatakan bahwa dibalik yang lahir itu adalah kebaikan.”
Ketiga, keraguan menampilkan dan melakukan amal-amal shalih karena riya, akan menambah tekanan bagi orang-orang yang melakukan amal shalih.
Keempat, tuduhan dan anggapan bahwa kebaikan adalah riya, adalah perilaku orang-orang munafiq.

Membina Orang Lain Sama dengan Diri Sendiri
Tapi di sisi lain, ternyata interaksi kami dalam jalan dakwah dan upaya kami mengkader serta membina para objek dakwah, mengharuskan kami untuk terus bercermin dan berhati-hati. Kami tidak boleh ceroboh dan mudah melemah. Karena kami tahu dan semakin menyadari bahwa keberhasilan dakwah selalu merupakan turunan dari adanya qudwah dalam kaderisasi dakwah yang kami jalankan. Pelajaran ini bukan hanya kami pelajari dari teori “An naas ‘alaa diini muluukihim” (manusia itu tergantung agama rajanya), tapi kami rasakan langsung dalam aktifitas dakwah dan pembinaan. Maka dari sinilah kami memperoleh pelajaran besar dari keberadaan kami di jalan dakwah. Mendakwahkan orang lain, pada dasarnya adalah mendakwahkan diri sendiri. Menasehati orang lain adalah pada dasarnya menasehati diri sendiri. Membina orang lain di jalan ini, sama dengan membina diri sendiri.

Berpikir Negatif Melemahkan dan Menghancurkan Semangat
Kami berusaha membicarakan yang baik-baik tentang saudara-saudara kami. Dan berupaya meminimalisir pembicaraan tentang aspek negatif tentang saudara-saudara kami. Sebagaimana ribuan halaman dan ratusan jilid kitab para ulama yang menceritakan kehidupan para sahabat Rasulullah saw serta salafushalih, yang sangat sedikit menceritakan sisi negatif kehidupan mereka, kecuali dalam konteks memberi ibrah dan pelajaran berharga. Para salafushalih, sangat jarang membicarakan kekurangan sahabat dan orang-orang yang mereka kenal. Tentu bukan karena mereka adalah orang-orang suci yang tidak mempunyai catatan negatif, tapi seperti itulah salah satu wujud persaudaraan para salafushalih. Dan karena sikap mereka itulah, yang memompa keyakinan kami serta mendorong semangat dakwah kami.

Ketika Melewati Jalan Mendaki
Begitulah, jalan dakwah ini mengajarkan bahwa sebaiknya kami melihat kepada diri kami terlebih dahulu, melakukan prasangka baik kepada orang lain, sampai jelas suatu kebenaran itu benar dan kesalahan itu kesalahan.

Mengkaji yang Tersirat dari yang Tersurat
Tapi, pelajaran dakwah ini mengajarkan kami, bahwa langkah pertama yang kami lakukan saat kami mendapatkan situasi yang tidak kondusif dalam kebersamaan ini adalah, memeriksa diri kami terlebih dahulu. Kami tidak mensakralkan kelompok tertentu, atau individu tertentu, tapi kami juga tidak terbiasa meratakan kesalahan atas seluruh kelompok anggota tertentu. Tidak semua individu dalam satu kelompok harus bertanggung jawab atas kekeliruan beberapa individu dalam kelompok tersebut, meskipun kelompok yang keliru itu adalah termasuk jajaran pimpinan di dalamnya. Kami tidak berdiri di atas prinsip “pemimpin selalu benar”. Maka, disaat kami atau ada saudara-saudara kami merasakan kekecewaan bahkan kebencian karena perilaku saudara-saudaranya yang lain di jalan ini, hendaknya tidak menggeneralisir kekeliruan itu pada seluruh individu dalam perjalanan ini. Tidak semua mereka melakukan kesalahan, karena mungkin sekali itu adalah kesalahan individu yang bisa dihitung oleh jari tangan. Dan itu jugalah yang terjadi di zaman sahabat radiyallahu anhu. Kesalahan individu mereka juga tidak melepaskan kehormatan dan kemuliaan generasi sahabat secara keseluruhan yang penuh dengan kebaikan bahkan menjadi simbol keutamaan generasi yang terbaik.
Begitulah, jalan dakwah ini menhajarkan kami sebaiknya kami melihat kepada diri kami terlebih dahulu, melakukan prasangka baik kepada orang lain, sampai jelas suatu kebenaran itu benar dan kesalahan itu kesalahan. Dan jika keburukan yang kami duga itu benar, maka kami harus menempuh mekanisme penyampaian nasihat dengan baik dan benar. Dengan memilih kalimat yang baik, memilih waktu dan tempat yang tepat, menampakkan rasa cinta dan keikhlasan yang tulus, dan semacamnya.

Antara Objektivitas dan Sakralisme
Menghadapi kemungkaran yang terjadi dalam sebuah organisasi dakwah harus dilakukan secara bertahap, terprogram dan diteliti permasalahannya. Bukan dengan mengembangkan wacana untuk meninggalkan organisasi dakwah yang sebenarnya kami yakin bahwa organisasi itu merupakan jalan kebenaran. Jalan kebenaran tidak boleh kami tinggalkan dengan alasan adanya personil yang tidak sejalan dengan misi kebenaran itu. Karena kami menyimpulkan bahwa lari dari kewajiban meluruskan dan memperbaiki, dengan meninggalkan jamaah dakwah, itu sama sekali tidak memberi maslahat untuk mengusir kerusakan yang ada. Situasinya mirip dengan seseorang dokter yang lari meninggalkan tugas mulianya mengobati pasien yang sedang sakit.

Kesalahan adalah Resiko sebuah Aktivitas
Kesalahan substansial justru terjadi ketika seorang dai mundur dari aktivitas dakwah dan berdiam diri dengan alasan memelihara diri agar tidak menyeleweng dari ajaran Allah. Padahal sebenarnya kemunduran dan diamnya adalah kesalahan dan penyelewengan dari ajaran Allah SWT. Tentu saja kekeliruan itu tetap kami sikapi secara benar. Dalam arti, kekeliruan seorang saudara harus diluruskan dengan adab dan cara-cara yang baik. Dengan tujuan baik, metode yang baik, obkjektivitas dan dengan kelapangan dada di antara kami (penasehat maupun yang dinasehati).

Mundur dari Dakwah, Mungkinkah???
Jika olahragawan bisa mengalami masa pensiun karena usianya yang renta dan kekuatan fisiknya yang melemah. Jika seorang pegawai akhirnya menemui saat pensiun karena usianya telah melewati batas ketentuan umum kepegawaian. Jika seorang artis harus meninggalkan pentas karena keterampilan dan keindahan aktingnya telah digerogoti usianya. Tapi para juru dakwah, tidak mengenal kamus pensiun dan berhenti dari panggung dakwahnya. Kami dan saudara kami di jalan ini tidak mengetahui ada kondisi yang mengharuskan kami mundur dari gelanggang dakwah karena faktor usia, kemampuan fisik yang menurun, pikiran yang sulit difungsikan secara maksimal, atau bahkan karena kondisi eksternal yang memaksa kami untuk mundur. Singkatnya, kondisi apapun tidak akan menyebabkan kami ‘uzlah atau pergi meninggalkan jalan ini.

Nasihat adalah Tiang Penyangga
Nasihat, kritik, teguran, aspirasi, benar-benar kami perlukan di jalan ini. Siapapun kami. Kami tidak membayangkan andai perjalanan ini berlalu tanpa ada teguran, nasihat, kritik, yang sampai kepada kami. Sesungguhnya mendegarkan nasihat, teguran, maupun kritik itu adalah pahit. Tapi keberadaannya seperti seseorang memakan obat yang tidak enak. Sedangkan manfaatnya adalah pelurusan dan keinsyafan. Sesungguhnya hak yang wajib ditunaikan dari persaudaraan adalah bersungguh-sungguh menyampaikan nasihat dan saling melarang yang tidak baik untuk memelihara kebenaran di antara dua saudara.
Demikianlah, keterpeliharaan persaudaraan kami justru ditopang oleh nasihat. Jika kami mengabaikan nasihat, persaudaraan kami justru akan mudah hancur. Kami di jalan ini, harus berusaha lapang menerima kritikan, masukan, nasihat, dari sesama saudara. Dan kami di jalan ini, juga harus mampu menyampaikan nasihat, kritikan, masukan dengan adab-adabnya untuk saudara-saudara kami.

Kesejukan yang Meringankan Langkah
Keletihan itu, akan menjadi beban ketika kami merasakannya sebagai keletihan fisik yang tidak diikuti oleh keyakinan ruhiyah. Maka sesungguhnya kesempitan di jalan ini, pasti menyimpan hikmah luar biasa yang akan tercurah dalam bentuk rahmat Allah swt.

Saling berdo’a di antara sepi
Jalan dakwah membawa kami tiba di sebuah komunitas do’a. Perkumpulan orang-orang beriman yang saling mendo’akan. Di mana kami mendo’akan saudara-saudara kami. Kemudian saudara-saudara kami pun mendo’akan kami. Inilah persekutuan do’a yang luar biasa, karena kami semua memerlukan do’a dari siapapun, terlebih orang-orang beriman dan shalihin. Kami yakin dengan firman Allah swt. “ Dan Dia memperkenankan (doa) orang-orang yang beriman serta mengerjakan amal yang saleh dan menambah (pahala) kepada mereka dari karunia-Nya (QS Asy Syu’ara : 26).

Keberkesanan Membaca Sirah Orang-orang Shalih
Keterpengaruhan ini sesungguhnya sulit dirasakan oleh mereka yang tidak berada di jalan dakwah. Di antara kami, ada yang sungguh-sungguh tenggelam dalam alur perjuangan mereka sehingga memotivasi kami secara kuat untuk terus berjalan dan melanjutkan perjuangan mereka di atas jalan dakwah. Kami merasakan bahwa apa yang kami alami, adalah bagian dari mata rantai perjuangan yang juga mereka perjuangkan. Jengkal demi jengkal langkah kami, seperti bagian dari perjalanan panjang para pejuang itu hingga menjadikan kami kuat dan bertahan untuk melanjutkan perjalanan.

Kesulitan yang Menambah Kekuatan
Imam Hasan Al banna menjelaskan tentang karakteristik pejuang dakwah adalah orang-orang yang tidak tidur sepenuh kelopak matanya, makan seluas mulutnya, tertawa selebar rahangnya dan menunaikan waktunya dalam senda gurau permainan yang sia-sia. Jika itu yang terjadi, mustahil ia termasuk orang-orang yang menang atau orang-orang yang tercatat sebagai barisan mujahidin. Aku bisa menggambarkan karakter seorang mujahid adalah orang yang telah menyiapkan perbekalan dan persiapannya, yang selalu memikirkan terhadap dakwah yang ada di setiap sudut jiwanya, dan memenuhi relung hatinya. Ia selalu dalam kondisi berfikir, sangat perhatian untuk berdiri di atas kaki yang siap sedia. Jika diseru ia menjawab atau jika dipanggil ia memenuhi panggilan. Langkahnya, ruhnya, bicaranya, kesungguhannya, permainannya selalu berada dalam lingkup medan dakwah yang ia persiapkan dirinya untuk itu.

Bangga dengan Amal Shalih
Kami memperhatikan sabda Rasulullah saw yang memuji kehadiran orang-orang aneh. “Pada awalnya Islam datang sebagai sesuatu yang aneh dan akan kembali menjadi sesuatu yang aneh . Maka beruntunglah orang-orang yang aneh (al ghuraba). “ Para sahabat bertanya, “Siapakah orang-orang aneh itu, wahai Rasulullah?” Ia menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang melakukan perbaikan ketika manusia berada di dalam kerusakan.” (HR. Muslim).
Menjadi hiduplah nasihat Ustadz Mushtafa Mahsyur dalam jiwa kami. “Jika anda ragu bekerja karena gentar menghadapi kritikan, pasti anda tidak akan bisa bekerja selama-lamanya. Tetapi kerjakanlah apa yang anda yakini kebenarannya, jelas kegunaannya, diridhai oleh Rabbmu dan terpuji di kalangan para ulama yang ikhlas, meskipun anda dibenci dan dimaki sepanjang hidupmu oleh para pendengki, tetapi di antara mereka pasti ada yang senang kepada anda setelah anda meninggal dunia (Mushtafa As Siba’i, Hakadzaa allamatni al hayaah).

Potensi Besar yang Tersingkap di Jalan Ini
Berapa banyak di antara kami, yang sebelumnya merupakan pribadi yang tak menghargai diri dan tidak mengenal potensi dirinya, tapi kemudian di jalan ini kami menemukan perkembangan potensi diri yang lain, yang sangat kami syukuri. Kedekatan kepada Allah di jalan ini telah membuka saluran-saluran amal dan kontribusi kebaikan yang begitu banyak, lalu membuka kesempatan kami melakukan kebaikan apapun sesuai potensi yang ada. Kami tidak membayangkan, apa jadinya kami bila tidak berada di jalan ini.

Bergerak Karena Diri Sendiri Bukan Orang Lain
Tidak, Kami adalah da’i yang telah memilih jalan dakwah ini sebagai pijakan kaki kami. Sosok figur mungkin saja mempesona kami untuk lebih giat melakukan banyak kontribusi di jalan ini. Tapi bukan itu yang dominan dalam hati kami. Sosok figur juga bisa melakukan kesalahan, dan kesalahan itu juga tidak membuat kami tertahan atau meninggalkan jalan ini. Karena kami telah memilih untuk melangkah di atas kaki kami sendiri, di atas pemahaman dan keyakinan lubuk hati kami sendiri. Ya, sekali lagi, karena kami sendiri yang telah memilih jalan ini.

Peristirahatan, Bernama Terminal Canda
Menempuh perjalanan dakwah, meninggalkan pelajaran pada kami tentang kebutuhan jiwa untuk beristirahat dan tertawa, namun tetap pada porsi dan batasan etikanya. Pertemuan kami dengan sesama saudara di jalan ini, hampir selalu diwarnai dengan senyum dan tertawa. Meskipun begitu, pembahasan yang memerlukan keseriusan berpikir dan ketegasan berpendapat, tidak terganggu oleh dinamika canda dan tertawa kami. Kami merasakan, canda-canda yang berkembang di antara kami bisa memberi energi baru yang mencerahkan jiwa dan pikiran. Bahkan bisa juga berfungsi untuk menghilangkan kebekuan, mencairkan hubungan, mendekatkan kembali ikatan batin yang mungkin saja mulai ternoda oleh debu perjalanan. Senyum dan tertawa, memberikan kesejukan tersendiri dalam ruang kebersamaan kami di jalan ini.
Kami ingin senyum dan tawa dalam kebersamaan ini seperti yang dikatakan Ibnu Umar ra tentang sahabat Rasulullah saw. Ketika ia ditanya, “Apakah para sahabat Rasulullah itu tertawa?” Ibnu Umar menjawab, “Ya, mereka tertawa, tapi keimanan dalam hati mereka laksana gunung yang kokoh.”

Perjalanan ini Tidak Boleh Terhenti
Setelah kesulitan melakukan amar ma’ruf dan nahyul mungkar. Setelah menumpahkan segenap upaya, kesabaran dan lipatan kesabaran. Kami harus tetap bertahan dan meneruskan perjalanan ini. Kami tidak boleh tergelincir akibat orang-orang yang tergelincir dari jalan ini. Kami tidak boleh tertipu dengan kekuatan kebatilan, karena kebenaran akan tetap eksis. Jalan ini menunjukkan fakta kepada kami, bahwa perjalanan bersama kebatilan hanya bergulir satu masa. Sementara perjalanan bersama kebenaran itu akan berlangsung hingga akhir masa.
“Tidakkah kalian perhatikan bagaimana Allah telah membuat perumpamaan kalimat yang baik seperti pohon yang baik. Akarnya teguh, dan cabangnya (menjulang) ke langit. Pohon itu memberikan buahnya setiap musim dengan seizin Tuhannya. Allah membuat perumpamaan-perumpamaan itu untuk manusia supaya mereka selalu ingat” (QS Ibrahim :25)





Meski usia usang Jalan dakwah tetap terang

Oleh : faridh eL khansa’
  
“ sungguh beruntung orang-orang yang beriman..”



       Sekelompok budak mewakili kaumnya menghadap Imam Hasan al Bashri agar berkenan mengangkat nasib mereka pada khutbah jum’at pekan itu.

“Wahai Imam,bicarakanlah soal kemerdekaan dan keutamaan memerdekakan budak dihadapan Tuan-tuan kami nanti pada saat khutbah jum’at.”

Sebagai Ulama panutan pada saat itu ia hanya berkata : “ Insya Allah akan saya sampaikan pesan kalian”. Hari jum’at tiba,namun apa yang mereka nantikan tidak disampaikan,lupa atau sedang menunggu saat yang tepat. Jum’at berikutnya belum juga disampaikan dan begitu seterusnya hingga habis bulan. Merekapun datang untuk kedua kalinya dengan permohonan yang sama. Sang imam hanya mengatakan,”Insya Allah akan saya lakukan hal itu”. Untuk yang kedua kalinya mereka menanti dengan sabar tema khutbah yang mereka inginkan.dari jum’at-ke jum’at hingga akhir bulan belum juga diangkat,hingga merekapun datang pada kali ketiga. Mereka berharap ini adalah permohonan yang terakhir. Dan sebagai seorang Imam yang faham akan nilai-nilai tauhid,beliau hanya berkata sebagaimana yang dikatakan pada kesempatan yang pertama dan kedua. Dua bulan sudah mereka menanti dan kini mereka harus menanti hingga akhir bulan namun belum juga disampaikan. Karena kecewa dan putus asa mereka tak mau datang kembali. Bulam ketigapun habislah dan baru kali ini Imam Hasan al Bashri berbicara di atas mimbar jum’at dengan tema yang mereka pesan. Selesai jum’at mereka berbondong-bondong menghadap Imam Hasan al Bashri berkata : “Wahai imam kali ini kami datang bukan untuk memohon kepadamu,kami datang bukan untuk menyatakan terimakasih kepadamu,kami datang untuk menyatakan kekesalan dan kekecewaan kami pada perbuatan anda.tiga bulan sudah kami menunggu hingga Tuan-tuan kami memerdekakan kami baru anda berbicara tentang hal itu dihadapan mereka.apa artinya??”.

Menghadapi massa yang emosional itu Sang Imam hanya tersenyum seraya berkata dengan mantap dan penuh wibawa. ”Maafkan bila saya terlambat menyampaikan pesan kalian dihadapan mereka. Bagaiman mungkin saya anjurkan kepada mereka suatu hal yang belum saya lakukan sendiri? Saya tak punya seorang budakpun sejak kedatangan kalian yang pertama,saya berharap dapat rizki cukup untuk membeli budak, namun niat itu tak juga tertunaikan hingga Allah memberikan rizki yang cukup untuk ku. Dari rizki yang Allah berikan itulah aku belikan dua orang budak,kemudian aku memerdekakan mereka dihadapan khalayak ramai.sejak saat itulah banyak tuan-tuan yang memerdekakan budak yang mereka miliki.”( sabili,no. 05/th. V 20 oktober-5 nopember 1992 )



Sebuah nukilan kisah yang indah di zaman dahulu,saat para pemimpin dan pemuka agama dapat menjalankan berbagai macam amanahnya dengan baik. Menghadapi seluruh problema umat dengan hati dan pikiran jernih. Banyak hal yang dapat dijadikan hujjah dari kisah diatas.dari masa ke masa para Ulama yang tulus sebagai pewaris Nabi selalu menjadi panutan umatnya. Dengan segala kerendahan hati dan kebijaksanaannya menghadapi berbagai macam permasalahan umat dan segala bentuk kontroversi. Pelajaran indah untuk para ADK yang notabenenya adalah generasi penerus tongkat estafet kepemimpinan islam. PR besar bagi para pemuda untuk terus berjung menegakan kalimah Allah,agar terbangun dunia baru Islam yang bersatu serta menjunjung tinggi sebuah kebenaran.

Jika jalan dakwah adalah jalan yang panjang.jangan pernah berhenti sebelum menemukan ujungnya,jika dakwah bebannya berat,maka usahlah meminta Allah untuk meringankan bebannya namun mintalah kepada Allah untuk menyiapkan punggung yang kuat untuk menahan semua beban. Dan jika setelah sekian lama berdakwah namun tidak berbuah indah atau malah sedikit pengikutnya,maka tetaplah menjadi cahaya yang menerangi dan terus bersemangat dalam dakwah.

Esensinya saat ini kita sedang berada pada perjalanan malam dan siang dalam umur yang terus berkurang dengan amal yang tersimpan, dalam kematian yang tiba-tiba datang,barang siapa menanam kebaikan akan memetik dengan suka cita,barang siapa menanam keburukan maka akan memetik dengan penuh duka cita.siapapun yang memberi kebaikan maka Allah pun akan memberikan kebaikan,barang siapa yang menjauhi keburukan maka Allah akan menjaganya dari keburukan.semangat dakwah akan menjaga manusia untuk berada terus di jalan-Nya. Jika dakwah bagaikan pohon,ada saja daun-daunnya yang berguguran,tapi pohon dakwah takan pernah kehabisan cara untuk menumbuhkan daun-daun barunya. Karena estafet dakwah dan kepemimipinan akan terus bergulir,meski usia dan waktu telah senja namun semangat dakwah akan terus menyala.



ESENSI PANJANG UMUR SESUNGGUAHNYA



     Dalam kurun waktu 23 tahun,Rosulullah saw dan para Sahabat mampu membawa perubahan besar.dari kondisi masyarakat yang penuh kebobrokan secara mental maupun moral berubah pesat dengan hadirnya islam. Mereka adalah manusia-manusia yang berahklak mulia dengan segala ke-zuhud-an hidup membawa mereka pada kemuliaan yang luar biasa. Tak heran jika Allah memuji para Sahabat sebagai umat pilihan sepanjang sejarah.

“Kamu adalah umat terbaik yang dilahirkan untuk manusia,menyuruh kepada yang ma’ruf dan mencegah dari yang mungkar serta beriman kepada Allah..”( ali imron : 110 ). Uswah yang indah tak karam oleh waktu tak terhapus oleh masa,mereka telah menorehkan tinta emas dalam sejarah perjuangan Islam,sumbangsih yang mereka dedikasikan untuk umat berlaku sepanjang haya Meski entah dimana sosok-sosok mengagumkan itu,yang pasti sampai detik ini seluruh umat muslim di Dunia masih akan terus merasakan kehadiran hadiah terbesar yang mereka beri untuk umat. Karena itulah esensi panjang umur sesungguhnya. Meski jasad telah menyatu dengan tanah,meski jasad telah terurai oleh organic pengurai, namun karya dan kontribusi besar yang di sumbangkan untuk umat tetap dapat dirasakan manfaatnya.seperti kisah seorang Aidil Fitri dalam buku Kemas Mahmud Al Hanif “Agar Usia tak Sekedar Angka”.di kisahkan bahwasannya seorang tokoh muda Aidil Fitri dengan semangat jihad mudanya yang membara,meretas jalan menuju Syurga dengan segenap kemampuannya tanpa mengeluh sedikitpun atas keterbatasan yang ia punya. Kekuatan lahir dan batin telah ia kerahkan demi meraih mimpi-mimpi indahnya. Namun sayangnya perjuangan itu harus berakhir dengan maut. Meski demikian namanya tetap harum hingga detik ini. Karena usianya tak sekedar angka yang berderet. Usia menjadi bermakna saat usia itu bermanfaat bagi seluruh umat. Bukankah jelas bahwasannya orang yang paling baik adalah yang bermanfaat untuk orang lain.

            Saat kebanyakan orang berpesta merayakan penambahan usianya  dengan berbagai cara,maka seorang muslim haruslah mengerti hakikat yang lebih hakiki dari sekedar perayaan-perayaan yang sama sekali tak pernah dicontohkan oleh Uswah Hasanah kita Rosulullah saw. Bukan kah penambahan usia itu artinya kita telah mengkreditka usia kita dengan muat?? Lantas apa yang harus di rayakan? Tidakah lebih baik kita siapkan segala bekal yag harus kita laporkan pada Maha Hakim?? Dalam QS.aLHasyr : 18.

“Wahai orang-orang yang beriman bertaqwalah kepada Allah dan hendaklah setiap orang memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan bertaqwalah kepada Allah. Sungguh Allah Maha teliti terhadap apa yang kamu kerjakan..”

           

Bukankah jelas, bahwasannya muhasabah diri  adalah yang paling urgen dari sebuah perayaan-perayaan biasa? Sungguh jikalau setiap insan menjadikan al-Qur’an sebagai kompas dalam pelayaran hidup di samudra luas yang tak nampak ujungnya,maka tak akan ada kata tersesat,yang ada hanya sebuah ucapan selamat atas kebrhasilan menempuh jarak yang teramat jauh.

Maka…..

Untukmu para pejuang…ingatlah nasihat indah Luqman aL-Hakim kepada anaknya..

            Dunia ini bagai lautan yang dalam,banyak sekali manusia yang tenggelam di dalamnya. Oleh karena itu,jadikan perahumu itu taqwa kepada Allah swt dan isilah perahu itu dengan muatan iman kepada-Nya. Lengkapi dengan layar tawakal,mudah-mudahan engkau selamat.

            Kalau kau ragu dengan kematian,jangan engkau tidur,karena tidur itu hampir serupa dengan kematian.dan kalau engkau ragu dengan hari kebangkitan,jangan engkau bangun.karena bengun tidur itu,hampir serupa dengan kebangkitan sesudah kematianmu.

            Maka biasakan lisanmu mengucapkan ”ya Allah...ampuni aku..” sesungguhnya bagi Allah itu ada beberapa saat yang di dalamnya Dia tidak akan menolak siapa yang bermunajat kepada-Nya...

Wallahu’alam bishowab...........


bagaimana tampilan blog ini?